Liburan memang mengasyikkan. Aktivitas satu ini menjadi momen yang paling ditunggu bagi kebanyakan orang terutama pada akhir pekan. Selain menyegarkan kembali pikiran setelah sekian hari bekerja, berlibur tentu memberikan pengalaman baru. Itung-itung dibanding bengong di rumah atau kosan, mengunjungi destinasi wisata terkini sebaiknya menjadi pilihan yang tak boleh terlewatkan. Kalau kata wong Jowo, “Dolan Sek, Ndak Edan”.
Nah, bagi sebagian besar warga Ibukota, tentu pilihan berlibur sangatlah beragam. Jakarta sebagai kota metropolitan (atau sudah megapolitan?) menawarkan sejuta atraksi wisata yang tentunya sangat menggoda. Bagi yang suka atraksi man-made bisa mengunjungi destinasi wisata di utara Jakarta, Ancol, yang menurut data menjadi Daya Tarik Wisata (DTW) dengan jumlah pengunjung tertinggi di Indonesia. Atau bisa juga mengunjungi Monumen Nasional (Monas), Kebun Binatang Ragunan, atau Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Tak hanya itu, para penikmat weekend juga bisa mengunjungi wisata Mangrove di PIK. Jika memiliki banyak waktu dan ingin terlihat seperti artis di My Trip My Adventure (MTMA), wisata bahari di Kepulauan Seribu mungkin menjadi pilihan terbaik. Jika bosan dengan Jakarta yang itu-itu saja, Bandung dan Puncak bisa menjadi alternatif. Pekan lalu, saya mengunjungi Bandung dalam rangka escape travel, ralat maksudnya Monitoring dan Evaluasi (Monev) kegiatan. Perjalanan tersebut terasa menarik karena ke-kepo-an saya tentang Farmhouse Lembang Bandung yang katanya bisa foto ala Noni Noni Belanda. Berangkat pukul 7 pagi, dengan Innova mobil keluarga sejuta umat, menuju Lembang Bandung dengan perjalanan sekitar 3,5 jam. [Info Rute] Sebagai informasi, perjalanan dari Jakarta dan membawa mobil pribadi, bisa melalui Tol Cipularang dan keluar dari gerbang Tol Pasteur, lalu belok menuju Jalan Sukajadi hingga ke Jalan Dr. Setiabudhi, lalu lanjut ke atas melewati kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Lokasinya memang strategis yakni terletak di Jalan Raya Lembang No. 108. Posisinya persis di sebelah kanan arah ke Lembang dengan signage besar “Farmhouse Susu Lembang”. Di sepanjang jalan sebelum pusat Lembang ini banyak kita temui penjual sate kelinci (binatang lucu tapi disate). Berdasarkan pengalaman pribadi, berikut 7 hal yang tidak boleh terlewatkan ketika berkunjung ke Farmhouse Susu Lembang : 1. Pastikan membawa uang 20 ribu rupiah per orang jika tidak ingin cengo di parkiran Tepat saat rombongan tiba di pintu masuk menuju parkiran, maka Aa atau Akang-akang Bandung akan langsung menyapa pengunjung (saat itu doi bawa payung karena gerimis). Tanpa kenal sebelumnya, si Aa akan langsung sok dekat dan bertanya, “Ada berapa orang?”. Lalu jawablah saja seadanya dan jujur tanpa harus ngumpetin penumpang. Selain uang retribusi tersebut berguna untuk mendukung kelangsungan tempat wisata, bisa juga ditukar susu murni atau potongan makan di resto. Saran terbaik saya, tiket masuk tersebut jangan langsung ditukar dengan susu murni di awal kedatangan. Karena ternyata tiket masuk (voucher 20 ribu rupiah) bisa untuk potongan makan di restoran di dalam. Selain itu, pengunjung juga tidak perlu buru-buru minum susu di awal. Cukup nikmati saja setiap sudut Farmhouse Lembang yang tentunya Instagramable. Nah, jika ternyata pengunjung tidak jadi menukarkan tiket masuk tersebut di restoran, barulah bisa ditukar susu murni atau susu kemasan untuk bekal di perjalanan atau oleh-oleh. 2. Nikmati Zuppa Soup di restoran ala Eropa dan foto di tangga Asado Maklum, saya bersama rombongan emak-emak, jadi saat tiba dan menemukan resto, maka pilihannya hanya makan siang. Kami singgah di Asado Resto, tempat makan yang didesain menarik, menu yang enak, dan tempat yang nyaman. Tak butuh waktu banyak, saya langsung pesan Zuppa Soup dan Hot Tea karena sangat cocok dinikmati dalam suasana sejuk dan rintik hujan (bukan karena paling murah). Pelayanannya lumayan dan makanan dihidangkan tanpa menunggu lama. Selain itu, pramusaji juga responsif ketika tamu mulai demanding dengan meminta sambel lah, tisu lah, atau yang terpenting minta difotoin. Bagi yang merokok, juga disediakan tempat di luar yang sekaligus bisa melihat pemandangan hijau khas Lembang. Secara keseluruhan, menu makanan dan pelayanan sangat baik. Namun jangan harap pengunjung bisa menemukan colokan atau charging station untuk hanya sekedar menghidupkan gadget. Kalaupun ada, itu hanya tersedia di dekat wastafel yang deg-deg-an juga jika handphone ditinggal karena juga tidak tampak ada CCTV di area tersebut. Seharusnya pengelola resto menyediakan fasilitas charging station karena hal tersebut mendukung pengunjung untuk selfie dengan handphone mereka dan share ke sosial media. Ingat, peran sosial media dalam pemasaran produk sangatlah masif, menyediakan charging spot tidak akan meledakkan tarif listrik bulanan. Sembari menunggu makanan datang atau selepasnya, ada baiknya pengunjung menyempatkan berfoto di tangga unik di resto Asado. Warnanya sangat artistik dihiasi dengan pernak-pernik di sudut bawah. 3. Sempatkan mampir di toko cemilan dan souvenir Perut kenyang hatipun senang, energi terkumpul, jalan-jalan dilanjutkan kembali. Tepat di depan persis Resto Asado, pengunjung akan menemukan semacam toko-toko unik yang menjual tidak hanya pernak-pernak namun juga makanan atau cemilan. Herannya, toko makanan tersebut juga menjual durian yang sudah dikemas dan disajikan dingin. Surga banget sih rasanya. Pengunjung juga bisa melihat-lihat berbagai souvenir yang dijual di toko sebelum Resto Asado. Toko tersebut menawarkan khususnya baju-baju hangat mulai dari jaket, blazer, syal, topi, hingga coats. Pernak-pernik lucu khas Bandung juga bisa ditemukan di sini bersama beberapa items produk seperti pakaian yang ternyata brand populer seperti Pull & Bear (kok bisa ya?). Untuk masalah harga lumayan terjangkau dan beberapa produk dibanderol dengan harga cukup bersaing. Lalu apa yang saya beli? A raincoat made by plastic harga 10 ribu rupiah karena masih gerimis. 4. Foto ala Noni Noni Belanda bisa membuat Anda terlihat nyata sedang berlibur di Eropa Trip goals di Farmhouse Lembang Bandung yaitu bisa foto dengan kostum Eropa klasik di spot-spot bertema bangunan Belanda. Kostum ini dapat disewa dengan harga 50 ribu rupiah untuk 2 jam. Jadi pengunjung bisa memakai kostum tersebut dan berkeliling area Farmhouse untuk foto-foto. Jangan lupa gunakan properti pendukung seperti payung, topi, dan keranjang bunga untuk selfie di spot terbaik di rooftop. Jika kondisi tidak memungkinkan seperti hujan deras, biasanya pengunjung tidak diperkenankan untuk menyewa kostum ala Eropa karena takut basah. Namun tenang saja, masih banyak spot-spot menarik lain yang bisa menghibur. 5. Abadikan rumah impian di The Hobbit House Ini agak menarik dan menjadi pertanyaan mengapa pengelola membangun spot Rumah Hobbit secara temanya adalah European Tour Be Lyke. Sementara The Hobbiton House yang saya pernah dengar ada di New Zealand dan sekaligus menjadi setting filming untuk trilogi The Hobbit. Mungkin supaya lebih greget. Tapi yang jelas foto di The Hobbit House jangan dilewatkan karena jika tidak kesampaian foto di rumah impian mewah di Menteng ada baiknya foto di sini saja karena lucu dan unik. Gaya foto terbaik dengan duduk di pintu rumah Hobbit dengan kaki naik ke pintu. 6. Photoshot di bawah rimbunnya daun membuatmu tampak seperti selebgram Jalan menuju Sungai Gembok Cinta akan melalui semacam lorong dihiasi tanaman hijau di bagian atapnya. Ini memang bukan spot yang menunjukkan ke-Eropa-an namun foto di spot ini membuatmu tampak kece. Rimbunnya daun yang hijau membuat obyek foto tampak fokus sementara background terkesan blur (bokeh). Sederhananya foto di sini membuat siapapun tampak Instagramable. Dan tidak banyak pengunjung yang sadar jika foto di spot tersebut hasilnya sangat bagus sehingga masih anti-mainstream. 7. Ukir janji setia cinta bersama pasangan (bukan selingkuhan) di Gembok Cinta Jika Anda pergi bersama pasangan dan yakin doi ingin selalu bersama, maka pilihan membeli gembok cinta adalah tepat. Namun jika Anda tidak membawa pasangan, namun memiliki harapan dengan seseorang yang (meskipun bertepuk sebelah tangan), sah-sah saja untuk membeli gembok, mengukir namanya, memasangnya di pagar, dan membuang kunci gembok di sungai. Hal ini tidak hanya membuatmu terlihat romantis namun juga dramatis. Tradisi Gembok Cinta di Farmhouse Lembang ini memang bukan yang pertama. Konsep Gembok Cinta mengadopsi destinasi wisata lainnya seperti di Huangshan Tiongkok, Pecs Hungaria, North Seoul Tower Korea Selatan, Pont Des Arts Paris, Hohenzollem Bridge Cologne Jerman, Luzhkov Bridge Rusia, Enoshima Jepang, Ponte Milvio Rome Italia, Montevideo Uruguay, dan bahkan di Dermaga Hati Ancol Jakarta. Namun yang namanya cinta-cinta-an pasti tetap laris dan menarik. Bagi pengunjung yang tidak memasang Gembok Cinta, juga bisa foto-foto saja di bagian ujung bagian atas tepat di sebelah sungai (atau seperti bak air). Atau di sepanjang pagar bersama gembok-gembok cinta terukir namanya. Tsah.
0 Comments
11/11/2016 1 Comment 5 Years of RelationshipI wrote this article on November 11, 2016. This day has entering me to our fifth year of relationship. It’s being my first time of long dating journey. I usually celebrate the anniv by meeting with her. But today, I simply make this post that could summarize our five years of us.
This post may not be heart-touching-love story like people who are fall in love. I’ll only tell about anything we did during five years. Basically we all agree that a quality of relationship is not determined by the length of that but the process and result. Everyone want to have a happy ending story. Married and lived happily ever after. Here are five things that we earned during this not-easy relationship: 1. The longer you are dating, the more you are asked, "When will you get married?" We believe that having a long relationship is just too risky thing. We should have a mentally readiness of being asked by people about what’s next of your step. Your minds are penetrated not only by their comments but also the fact that every weekend is marriage day recently. It does not include how many wedding posts in your timeline. And every invitation that you’ve to attend either alone or in pairs. Our long dating is already equal with the length of car loan period. Yes it’s definitely five years. We started our relationship since we are students in college. We are not the only one couple who committed to dating with classmate in communication program. Some couples already come to an end, while others still survive today. But today, I clearly see that there is a phenomenon to get married young. But delaying of marriage is also horrifying. There are costs to delaying marriage, a phenomenon that has reached a new threshold, with the average age of marriage for men reaching the historic high of 29 and women 27. I ever read about the research from a project that explores the benefits and costs of delayed marriage in America, points to some of the risks of waiting so long to marry. While delayed marriage does have economic benefits for college educated women and is credited with bringing down the overall divorce rate, the news isn't all good. 2. It’s about more than a half of dating was spent for Long Distance Relation(shit) About 3,5 of 5 years of dating was spent by long distance. The first 2,5 years was LDR between Jakarta – Jogja then the rest was Jakarta – Luwuk. It’s felt like tiring moment when we can not meet even we missed each other. We can only meet in 3 or 6 months and feel so awkward when you meet your GF after having a LDR. LDR also become the main reason to break up. Let's see how many couples who end up their relationship just because they were not able to survive during a relationship with distance? A lot. “Was he are boring?” “She was to busy.” “Any problem?. What happened now?” People often ask the LDR-couple-questions like these all the time when they think something is “off” in their relationship. When you can spend regular face-to-face time with your partner, it’s easier to follow up on that sinking feeling and figure out whether you really should be worried or if you just misread the situation. But it's not so easy when you’re in a long distance relationship. When you don’t have the quality of time together holding hands, hugging, kissing or regular uninterrupted talk, doubts can build and cause stress, strain and problems. Think about how you act when you believe that something is wrong with your relationship: defensive, needy, clingy, insecure and maybe even hostile. Most people unintentionally push their love away as worries grow. Some make a conscious decision to shut out their partner, certain that he or she will be breaking up soon. You don’t have to suffer through another anxious moment. For the LDR couples, a gadget is was amazing tools for supporting our engagement. We did many simple things as giving a hello to each others and discussed anything we got. This could be done through chats and or sending some photos, we also have a video call session via facetime. Off course, this things is not powerful ways to heal your feeling of longing but on the contrary, it’s exacerbate the level of your desire to meet. 3. Too many memories shared and we are not really want to make a new one Do we look we are so fine? Not really. Every long distance relationship has their own problems. LDR becomes a tool to prove that the distance and time could constantly manage your sense of love and trust or otherwise. Boredom is certainly inevitable. And we are often think we wan to break up but it’s seems like such a difficult thing to do and making a new relationship is too easier than forgetting all memories we had before. Too many memories spent together from eating together, watching movies, unimportant hang out, attend the event together, or just simply come to home and meet parents. You would think that forgetting those memories even more difficult than making a new memories a new one. This relationship became feels weird when we began to talk about the closeness with others. We are still going and we discuss about what we are doing now and whether we are being close to anyone right now. The point is a responsible to have a mutual communication. Because in the end, we would definitely go back if we believe she/he are the best partner of us. Just trust her. 4. She asked for 1.000 times to break up, and I did once Honestly, I do not ever want to calculate how long we are dating so far. Including how many times she want to break up with any no-make sense reasons. I have often heard from her about the request of breaking up like “you're too nice, I am bored, we are not kind of fit couple, we have different principles, and other odd reason.” It’s uncountable times she asked for that and I always rejected. I just believe when women ask you to break up, it doesn't means for that. She was not really serious about asking for it. In fact, I think it was a bluff thing. Perhaps, we are too busy with our respective lives and someone feels she was forgotten. But sometimes I find it to be irritating. That's how I feel til I eventually asked for broke our relationship for the first time. I just feel that this relationship is too joking to be filled with desperate complaints. The situation was difficult, infrequent meetings, and communications filled with emotion and despair. I hate these things. But as I said at previously, that we were not really want to break up. We did not really seriously want it and just want to have more attention each others. 5. Still hoping that marriage is not only just a discourse So what do we look for from any relationship instead of having a marriage? That's the truly goals of a pre-marital relationship. Besides the fact that our age is now no longer fits spent with dating style like we were student in junior high school or just like Awkarin and Gaga. So it was the most important thing is ending up the story with getting married. I was too amazed with my friends who had never heard about of their love story, but suddenly they were got married. I feel that they are really a true couple. They do not need to show they had a lovely relationship for many years, but certainly their were marriage. If you think that Awkarin and Gaga is an relationship goals, maybe I'll consider “Ijab Qabul” is the best goal. Nothing is more greget than end of a relationship with proposing a promise to live and love together by side. And the commitment to share the good times and hard times by your side. And while preparing everything,we are constantly pray to make it happen. Happy five years to us! 11/11/2016 0 Comments Satu Hari Menginspirasi (Part 1)Pernah terpikir, apakah cuma saya yang menganggap ikut di kegiatan sosial hanya semacam klise semata, atau lebih jahatnya lagi, they just want to look like a kind-hearted person? And there is a hidden thing behind their kindness. Iya, mungkin orang-orang akan bilang 'Ghora, kamu jahat!'. Tapi ini sah-sah saja karena setiap orang memiliki pandangannya sendiri yang terbentuk dari latar belakang dan kerasnya hidup yang berbeda tiap insan.
Namun, semua hal mungkin berubah. Tidak hanya hati yang bisa berpaling, cara pandang kita akan sesuatu baik disadari maupun tanpa sadar juga mungkin bertransformasi. Memang benar, pengalaman membentuk diri seseorang. Sejak kuliah, saya berpikir untuk lulus secepatnya dan kerja. Tidak ada hal lain yang lebih memotivasi selain lekas kerja dan mendapatkan gaji sendiri. Money-oriented bukan? Benar. Namun pernahkan kita sadari bahwa uang tidak pernah memuaskan. Bukan hanya kita kerja untuk uang namun akhirnya kita yang dikerjai. Begitu seterusnya sampai kita merasa kita mampu membeli semuanya. Pertanyaannya, yakin kita mampu membeli semuanya? Pada akhirnya, mungkin kita akan mampu membeli barang-barang mahal yang kita suka. Kalau kata orang, bekerjalah sampai semua terasa murah olehmu. Puaskah sampai di situ? Saya kemudian teringat ketika pertama kali datang ke sebuah yayasan Rumah Yatim di daerah Kemang Jakarta Selatan. Tidak banyak yang mampu saya beri untuk mereka. Namun apa yang mereka lakukan sungguh menyejukkan. Mereka mendoakanmu, menanyakan apa yang kita inginkan agar bisa didoakan oleh adik-adik di sana. They pray for you personally. Dan ternyata, tidak ada perasaan yang lebih memuaskan dibanding mampu melakukan sesuatu hal sekecil apapun untuk orang-orang yang layak dibantu. Mungkin itu yang mereka rasakan, orang-orang yang dengan sukarela meluangkan waktu untuk sekedar ikut kelas berbagi, mengajar anak-anak jalanan, ikut kelas sosial, membuat perpustakaan mini, dan aksi-aksi sosial lainnya. Mungkin tidak semasif yang dilakukan para miliarder dunia sebut saja Bill Gates (60% dari kekayaan untuk sosial), Ingvard Kampard (80% dari kekayaan disumbangkan), pengusaha Meksiko Carlos Slim Helu, dan yang paling greget Warren Buffet yang berkomitmen mendonasikan 99% kekayaanya untuk amal. (koreksi jika salah). Setahun silam saya pernah berdebat dengan pacar saya tentang pilihannya ikut salah satu gerakan sosial, Indonesia Mengajar. Sederhana, mengapa kita harus terlalu berdedikasi untuk mengorbankan setahun waktu terpenting dalam hidup untuk mengajar di pedalaman. Sementara di satu sisi, kita bisa memulai karir menjadi sebagai pekerja muda di ibukota contohnya. Tentu hanya mereka yang bisa menjawabnya. Bukan juga alasan yang terdengar klise seperti ingin memajukan bangsa dan negara. Tapi cobalah sekali-kali berkunjung ke daerah sulit tersebut. Untuk sekedar menemukan kenyataan bahwa pembangunan negara ini belum merata. Dimana pulang pergi bersekolah menjadi tak semudah dan tak semenarik itu. Kenyataan dimana banyak dari anak-anak SD itu hanya menuntaskan 6 tahun SD mereka dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Lalu siapa yang merubahnya jika bukan generasi ini. Sekumpulan orang muda cerdas yang sekedar memberi inspirasi bahwa ada banyak impian di luar sana. Tidak hanya bercocok tanam dan mengembala kerbau. Yang mengenalkan bahwa cita-cita tidak hanya guru, dokter, dan polisi. Dan sekali lagi, pengalaman mungkin akan membuatmu berubah pikiran. Dengan catatan, Jika hatimu tidak sekeras batu dan pikiranmu tak seperti gelas penuh terisi yang tak mau diisi. Ini mengawali cerita tentang mengikuti Kelas Inspirasi. Di sebuah kota kecil nan indah di bagian timur negeri ini. Bersambung. 11/10/2016 0 Comments Digitize YoursMalam ini terasa lelah untuk sekedar mengetik satu tulisan. Mungkin metode menulis di atas kasur bukan cara yang tepat. Gravitasi bantal dan kasur menjadi perpaduan yang sempurna untuk tidak melakukan apa-apa kecuali tidur. Dan memang ada banyak alasan untuk tidak melakukan apa-apa, dasar malas!
Namun kali ini rasa kantuk perlu dilawan. Menulis apapun yang mengalir di pikiran oh ide yang brilian. Jangan melewatkan setiap ide tulisan hanya numpang lewat layaknya gaji bulanan. Dan kadang, ide yang tak diwujudkan memang tidak akan pernah menjadi nyata. Untuk itu, penting untuk merealisasikan ide dalam bentuk apapun, termasuk tulisan. Sebagai anak terlahir dalam kategori millennials, hidupnya tentu akan dipenuhi dengan dunia berbau digital. Kaum millennials identik dengan personal yang kreatif namun cepat bosan, inisiatif namun cepat ingin sukses, dan digital savvy yang kadang keluar batas. Dalam tayangan Kick Andy yang membahas tentang fenomena generasi millennials, ada satu kata yang menyebutnya sebagai kaum yang memiliki dunianya sendiri. Sederhananya, generasi ini tak mudah dipahami oleh seniornya baik dari cara berpikir dan hal-hal yang dianggap sebagai sebuah kebiasaan. Namun yang pasti, kaum millennials menghasilkan banyak hal dengan ke-khas-annya yang katanya anak dihital. Nah, kembali ke pokok tulisan, apa sih yang ingin disampaikan? Make your life digital! Saya sering berpikir apakah cuma saya yang telat memanfaatkan potensi sosial media. Di saat orang lain sudah mem-branding dirinya, menjadi tenar karena keahliannya, dan ‘menjual diri’ dengan cara yang keren. Sebut saja Blogger! Suatu ketika, saya mengagendakan meeting dengan salah satu fashion blogger di pusat Jakarta. Meeting kali ini membahas tentang persiapan kontrak kerjasama terkait media activation untuk pusat perbelanjaan di Singapore, Ion Orchard. Saya melihatnya luar biasa dengan pembawaan diri yang mewakilinya sebagai seorang fashion lover. Dia sukses menciptakan karakternya dan memiliki value-nya. Tidak banyak yang perlu di-briefing karena pada dasarnya menghadiri sebuah launch sudah menjadi kebiasaanya. Meeting yang singkat dimana selebihnya diisi obrolan penuh ke-kepo-an dan foto-foto. Kok bisa sih Mbak jadi fashion blogger? Pertanyaan receh banget Mas jika ingat momen itu. “Iya gih jadi blogger, mulai nulis, bisa tentang apapun termasuk travelling.” Kalimat motivasional yang menggugah semangat untuk langsung buka blog dan menulis Make Ghora Great Again! Dua tahun berselang dan belum juga jadi blogger. Kayaknya ada yang salah deh. Sekarang, kita coba kalkulasi benefit apa yang bisa didapatkan oleh seorang blogger profesional. Saat itu kontrak yang dilakukan masih tergolong kecil. Fokus kerja hanya media activation dan generating audiences lewat foto di Instagram dan artikel di blog. Kita menerbangkan blogger untuk satu trip perjalanan ke Singapore, memberi akses eksklusif dalam acara-acara terbatas, menyediakan penginapan yang mevvah, dan tentu voucher belanja. Imbal baliknya dalam bentuk 1-2 artikel yang dipublikasikan seminggu setelahnya memuat aktivitas si blogger selama kegiatan. Selain itu, blogger juga perlu update kegiatannya di Instagram dengan mandatory post sederhana seperti pakai hashtag tertentu. Dalam case ini masih lumayan karena blogger mau tidak dibayar untuk setiap postingan di Instagram dan Twitter. Dewasa ini, mereka mematok fee untuk setiap posting (buzzer) di sosial media. Lumanyun kan? Gambaran di atas masih terbilang minor sample, belum tentang kaum millenials lain yang men-digital-isasi hidup mereka untuk komersial sebut saja selebgram, vlogger, musisi, dan banyak yang lain. Dengan cara positif mereka menjadikan diri, keahlian, bahkan kehidupannya menjadi sesuatu yang bernilai jual. Mengingat saya kerja di tourism industry, tentu menarik untuk membahas pengalaman travelling bukan? Ya kan? Ada yang dukung kan? Halooo! Sesuai dengan arah kebijakan Menteri Pariwisata, pemasaran pariwisata nusantara diarahkan untuk mencapai target 260 juta wisnus tahun 2016, dengan peningkatan belanja perjalanan wisnus hingga Rp 223,6 triliun, atau berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 10% serta penciptaan jumlah lapangan kerja menjadi 11,7 juta tenaga kerja.
Sementara dalam empat tahun ke depan, Kementerian Pariwisata terus menetapkan target pada tahun 2019 dimana kontribusi pariwisata terhadap PDB diharapkan mencapai 15%, kontribusi pariwisata terhadap kesempatan kerja ditargetkan sebanyak 13 juta, dan jumlah perjalanan wisnus ditargetkan 275 juta. Dalam rangka percepatan pencapaian target tersebut di atas, diperlukan strategi pemasaran yang lebih inovatif. Semangat Go Digital diterapkan dalam strategi pengembangan pemasaran sebagai sebuah transformasi dari era pemasaran konvensional menjadi pemasaran berbasis data digital (mobile). Proyek Perubahan Kebijakan Promosi Pariwisata Nusantara Berbasis Data Digital menjadi pilot project Kementerian Pariwisata dalam implementasi Go Digital di bidang promosi pariwisata nusantara. Di bawah Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara, proyek perubahan tersebut diharapkan dapat menghasilkan 3 (tiga) output baik kebijakan dan program mencakup; Management Information System (MIS) berupa Dashboard Wisnus dan Customer Service System (CSS) berupa SMS Location Based Advertising (LBA) dan Digital Survey. Terhitung dari April hingga September 2016, proyek perubahan tersebut telah dilaksanakan dan memberi manfaat, khususnya bagi ke-Deputi-an Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara sebagai berikut:
Justifikasi: Proporsi SMS LBA disesuaikan menjadi 530.000 SMS sementara Digital Survey menjadi 70.000 SMS (total 600.000 SMS hingga September 2016). Pemanfaatan proyek perubahan tersebut juga diharapkan dapat menjangkau para stakeholders terkait. Sesuai arahan Menteri Pariwisata, diperlukan pemetaan stakeholders melalui Pentahelix ABCGM dan disosialisasikan dalam beberapa kesempatan sebagai berikut:
Kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan tidak hanya bertujuan untuk menginformasikan inovasi yang dilakukan namun juga telah memberi keuntungan dalam bentuk dukungan. Bahkan beberapa stakeholders yang diperkirakan menjadi komponen stakeholders Latent dan Apathetic, dapat mendukung Kebijakan Promosi Pariwisata Nusantara Berbasis Data Digital seperi: Badan Pusat Statistik (BPS), media massa, pengguna seluler, dan akademisi. Sesuai dengan Milestone (Pentahapan) Proyek Perubahan Kebijakan Promosi Pariwisata Nusantara Berbasis Data Digital, pelaksanaan proyek perubahan jangka pendek yang terhitung dari April hingga September 2016 optimis dapat terlaksana. Dalam implementasi proyek perubahan selama April – September 2016, telah muncul beberapa kegiatan inspiratif proyek perubahan berupa:
Ke depan, untuk mendukung keberlanjutan proyek perubahan tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Nusantara telah merancang kegiatan lanjutan (Jangka Menengah) untuk anggaran tahun 2017 dengan cakupan titik luas banyak dan jumlah SMS promosi lebih banyak. [1] Penentuan 7 (tujuh) titik didasarkan pada Top 10 Destinasi Wisnus menurut Buku Statistika Profil Wisatawan Nusantara Tahun 2014, yaitu: Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan. |