11/11/2016 0 Comments Satu Hari Menginspirasi (Part 1)Pernah terpikir, apakah cuma saya yang menganggap ikut di kegiatan sosial hanya semacam klise semata, atau lebih jahatnya lagi, they just want to look like a kind-hearted person? And there is a hidden thing behind their kindness. Iya, mungkin orang-orang akan bilang 'Ghora, kamu jahat!'. Tapi ini sah-sah saja karena setiap orang memiliki pandangannya sendiri yang terbentuk dari latar belakang dan kerasnya hidup yang berbeda tiap insan.
Namun, semua hal mungkin berubah. Tidak hanya hati yang bisa berpaling, cara pandang kita akan sesuatu baik disadari maupun tanpa sadar juga mungkin bertransformasi. Memang benar, pengalaman membentuk diri seseorang. Sejak kuliah, saya berpikir untuk lulus secepatnya dan kerja. Tidak ada hal lain yang lebih memotivasi selain lekas kerja dan mendapatkan gaji sendiri. Money-oriented bukan? Benar. Namun pernahkan kita sadari bahwa uang tidak pernah memuaskan. Bukan hanya kita kerja untuk uang namun akhirnya kita yang dikerjai. Begitu seterusnya sampai kita merasa kita mampu membeli semuanya. Pertanyaannya, yakin kita mampu membeli semuanya? Pada akhirnya, mungkin kita akan mampu membeli barang-barang mahal yang kita suka. Kalau kata orang, bekerjalah sampai semua terasa murah olehmu. Puaskah sampai di situ? Saya kemudian teringat ketika pertama kali datang ke sebuah yayasan Rumah Yatim di daerah Kemang Jakarta Selatan. Tidak banyak yang mampu saya beri untuk mereka. Namun apa yang mereka lakukan sungguh menyejukkan. Mereka mendoakanmu, menanyakan apa yang kita inginkan agar bisa didoakan oleh adik-adik di sana. They pray for you personally. Dan ternyata, tidak ada perasaan yang lebih memuaskan dibanding mampu melakukan sesuatu hal sekecil apapun untuk orang-orang yang layak dibantu. Mungkin itu yang mereka rasakan, orang-orang yang dengan sukarela meluangkan waktu untuk sekedar ikut kelas berbagi, mengajar anak-anak jalanan, ikut kelas sosial, membuat perpustakaan mini, dan aksi-aksi sosial lainnya. Mungkin tidak semasif yang dilakukan para miliarder dunia sebut saja Bill Gates (60% dari kekayaan untuk sosial), Ingvard Kampard (80% dari kekayaan disumbangkan), pengusaha Meksiko Carlos Slim Helu, dan yang paling greget Warren Buffet yang berkomitmen mendonasikan 99% kekayaanya untuk amal. (koreksi jika salah). Setahun silam saya pernah berdebat dengan pacar saya tentang pilihannya ikut salah satu gerakan sosial, Indonesia Mengajar. Sederhana, mengapa kita harus terlalu berdedikasi untuk mengorbankan setahun waktu terpenting dalam hidup untuk mengajar di pedalaman. Sementara di satu sisi, kita bisa memulai karir menjadi sebagai pekerja muda di ibukota contohnya. Tentu hanya mereka yang bisa menjawabnya. Bukan juga alasan yang terdengar klise seperti ingin memajukan bangsa dan negara. Tapi cobalah sekali-kali berkunjung ke daerah sulit tersebut. Untuk sekedar menemukan kenyataan bahwa pembangunan negara ini belum merata. Dimana pulang pergi bersekolah menjadi tak semudah dan tak semenarik itu. Kenyataan dimana banyak dari anak-anak SD itu hanya menuntaskan 6 tahun SD mereka dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Lalu siapa yang merubahnya jika bukan generasi ini. Sekumpulan orang muda cerdas yang sekedar memberi inspirasi bahwa ada banyak impian di luar sana. Tidak hanya bercocok tanam dan mengembala kerbau. Yang mengenalkan bahwa cita-cita tidak hanya guru, dokter, dan polisi. Dan sekali lagi, pengalaman mungkin akan membuatmu berubah pikiran. Dengan catatan, Jika hatimu tidak sekeras batu dan pikiranmu tak seperti gelas penuh terisi yang tak mau diisi. Ini mengawali cerita tentang mengikuti Kelas Inspirasi. Di sebuah kota kecil nan indah di bagian timur negeri ini. Bersambung.
0 Comments
Leave a Reply. |