11/10/2016 0 Comments Digitize YoursMalam ini terasa lelah untuk sekedar mengetik satu tulisan. Mungkin metode menulis di atas kasur bukan cara yang tepat. Gravitasi bantal dan kasur menjadi perpaduan yang sempurna untuk tidak melakukan apa-apa kecuali tidur. Dan memang ada banyak alasan untuk tidak melakukan apa-apa, dasar malas!
Namun kali ini rasa kantuk perlu dilawan. Menulis apapun yang mengalir di pikiran oh ide yang brilian. Jangan melewatkan setiap ide tulisan hanya numpang lewat layaknya gaji bulanan. Dan kadang, ide yang tak diwujudkan memang tidak akan pernah menjadi nyata. Untuk itu, penting untuk merealisasikan ide dalam bentuk apapun, termasuk tulisan. Sebagai anak terlahir dalam kategori millennials, hidupnya tentu akan dipenuhi dengan dunia berbau digital. Kaum millennials identik dengan personal yang kreatif namun cepat bosan, inisiatif namun cepat ingin sukses, dan digital savvy yang kadang keluar batas. Dalam tayangan Kick Andy yang membahas tentang fenomena generasi millennials, ada satu kata yang menyebutnya sebagai kaum yang memiliki dunianya sendiri. Sederhananya, generasi ini tak mudah dipahami oleh seniornya baik dari cara berpikir dan hal-hal yang dianggap sebagai sebuah kebiasaan. Namun yang pasti, kaum millennials menghasilkan banyak hal dengan ke-khas-annya yang katanya anak dihital. Nah, kembali ke pokok tulisan, apa sih yang ingin disampaikan? Make your life digital! Saya sering berpikir apakah cuma saya yang telat memanfaatkan potensi sosial media. Di saat orang lain sudah mem-branding dirinya, menjadi tenar karena keahliannya, dan ‘menjual diri’ dengan cara yang keren. Sebut saja Blogger! Suatu ketika, saya mengagendakan meeting dengan salah satu fashion blogger di pusat Jakarta. Meeting kali ini membahas tentang persiapan kontrak kerjasama terkait media activation untuk pusat perbelanjaan di Singapore, Ion Orchard. Saya melihatnya luar biasa dengan pembawaan diri yang mewakilinya sebagai seorang fashion lover. Dia sukses menciptakan karakternya dan memiliki value-nya. Tidak banyak yang perlu di-briefing karena pada dasarnya menghadiri sebuah launch sudah menjadi kebiasaanya. Meeting yang singkat dimana selebihnya diisi obrolan penuh ke-kepo-an dan foto-foto. Kok bisa sih Mbak jadi fashion blogger? Pertanyaan receh banget Mas jika ingat momen itu. “Iya gih jadi blogger, mulai nulis, bisa tentang apapun termasuk travelling.” Kalimat motivasional yang menggugah semangat untuk langsung buka blog dan menulis Make Ghora Great Again! Dua tahun berselang dan belum juga jadi blogger. Kayaknya ada yang salah deh. Sekarang, kita coba kalkulasi benefit apa yang bisa didapatkan oleh seorang blogger profesional. Saat itu kontrak yang dilakukan masih tergolong kecil. Fokus kerja hanya media activation dan generating audiences lewat foto di Instagram dan artikel di blog. Kita menerbangkan blogger untuk satu trip perjalanan ke Singapore, memberi akses eksklusif dalam acara-acara terbatas, menyediakan penginapan yang mevvah, dan tentu voucher belanja. Imbal baliknya dalam bentuk 1-2 artikel yang dipublikasikan seminggu setelahnya memuat aktivitas si blogger selama kegiatan. Selain itu, blogger juga perlu update kegiatannya di Instagram dengan mandatory post sederhana seperti pakai hashtag tertentu. Dalam case ini masih lumayan karena blogger mau tidak dibayar untuk setiap postingan di Instagram dan Twitter. Dewasa ini, mereka mematok fee untuk setiap posting (buzzer) di sosial media. Lumanyun kan? Gambaran di atas masih terbilang minor sample, belum tentang kaum millenials lain yang men-digital-isasi hidup mereka untuk komersial sebut saja selebgram, vlogger, musisi, dan banyak yang lain. Dengan cara positif mereka menjadikan diri, keahlian, bahkan kehidupannya menjadi sesuatu yang bernilai jual. Mengingat saya kerja di tourism industry, tentu menarik untuk membahas pengalaman travelling bukan? Ya kan? Ada yang dukung kan? Halooo!
0 Comments
Leave a Reply. |