Sejak sekolah, novel menjadi bacaan yang paling dihindari. Simple sih, novel terlalu panjang untuk dibaca dan kadang membosankan. Padahal bagi penikmat bacaan, novel adalah favorit. Pilihan alternatif pasti tertuju ke cerpen yang relatif pendek atau semacam Chicken Soup yang isinya kisah per kisah dari surat-surat pembaca. Namun kian berumur kian menyesali mengapa tidak membiasakan baca buku panjang-panjang. Jadi ketika teman-teman sibuk membahas buku semacam Harry Potter dan Sherlock Holmes, saya cuma bisa “Hah? Apasih itu? Apasih?” - nggak jelas.
Dan kebiasaan itu pun berimbas ke tulisan. Anaknya cenderung cepat bosan, mau cepat kelar, dan suka salah fokus. Termasuk untuk setiap post di blog yang maunya pendek-pendek saja dan jika terpaksa harus panjang, ya tinggal potong-potong saja ceritanya, gitu aja kok repot. Masih teringat minggu lalu, ulasan tentang highlight 10 momen terbaik perjalanan dengan penilaian saya pribadi dari destinasi-destinasi yang pernah saya kunjungi From Sabang To Morotai (Part 1). Sebelumnya, saya bercerita tentang kegiatan wisata yang bisa ditemui mulai dari mengenang tsunami di Aceh, menyeduh kopi di Belitung, menikmati pesona bawah laut di Karimunjawa, belajar budaya Jawa di Jogja, hingga melawan dinginnya udara pagi di Puncak Bromo. Melanjutkan hal yang tertunda, berikut ulasan pelengkap momen terbaiknya: 6. Mengenal Desa Tradisional Sade di Lombok Awalnya saya tidak memahami betul apa itu istilah desa wisata. Namun pimpinan di kantor menjelaskan tentang village tourism dalam telepon pagi-paginya yang selalu mengagetkan itu. Menurutnya, desa wisata menjadi salah satu hal yang dapat dikembangkan oleh suatu daerah dalam rangka mengangkat kearifan lokal. Sebuah desa dapat dikatakan desa wisata jika memiliki adat istiadat, tradisi, dan identitas lokal yang masih terjaga hingga sekarang, sebut saja Desa Wisata Tengger, Desa Wisata Halimun, dan Desa Wisata Sade di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Nah khusus untuk Sade Village relatif mudah dijangkau dari Kota Lombok. Kedatangan Anda ke desa tersebut akan disambut dengan plang nama 'Welcome to Sasak Village, Sade, Rembitan, Lombok' di bangunan berbentuk rumah ada Sasak di tepian jalan di Lombok. Bagi saya, ini desa yang unik sekali. Perkampungan Sade tampak dari bentuk rumah adat dan bahan pembuatan rumah yang beratap ilalang. Pengunjung dipersilakan mengisi buku tamu dan memberikan donasi sukarela untuk warga. Oleh pemandu lokal di Desa Sade, pengunjung akan diajak berkeliling desa untuk melihat keaslian desa sesuai adat Sasak ini. Hampir setiap rumah menjual kerajinan dari kain tenun, sampai pernak-pernik seperti gelang, gantungan kunci sampai hiasan kecil di rumah. Uniknya, bahan pembuatan rumah ini masih alami, dari tanah liat, sekam padi, dan beratap alang-alang. Warga di sana mengepel lantai rumah dengan kotoran kerbau untuk mengendapkan debu dan menghindari binatang seperti nyamuk. Memang tidak besar luasnya, mungkin penduduknya hanya 700-an jiwa yang merupakan satu rumpun keluarga. Pekerjaan masyarakat Sade mayoritas bercocok tanam seperti bertani padi dan sayur mayur. Untuk menambah pencaharian, warga Sade juga memproduksi tenun tradisional dari memintal kapas dan memanfaatkan tumbuhan untuk pewarnaan alami. Yang unik lagi adalah sistem perkawinan Suku Sasak yang dikenal dengan kawin lari atau kawin culik. Saya kurang begitu paham maksudnya gimana, tapi sederhananya jika seorang pria Sade menyukai gadis, maka tinggal bawa lari diam-diam hingga jangan sampai ketahuan. Mungkin maksudnya tidak perlu ada acara lamaran, asal saling suka, capcus lah. Iya nggak sih? Ada yang tahu lebih tentang ini? Namun yang jelas mengunjungi Desa Wisata Sade di Lombok menjadi kegiatan wisata yang tidak boleh dilewatkan. Dan jika berlebih, ada baiknya membeli pernak-pernak atau kain tenun hasil kreasi warga sebagai dukungan untuk wisata lokal yang sesungguhnya. Meskipun temanya mengangkat kearifan lokal, ada baiknya juga disediakan sarana seperti toilet yang didesain khas bangunan Sasak namun tetap memperhatikan kebersihan. Intinya sih semakin bersih semakin membuat pengunjung nyaman dan betah di Desa Sade. Oh iya, bagus juga tuh kalau ada pertunjukkan tarian atau musik khas Sasak yang ditampilkan di halaman depan desa sebagai atraksi budaya. 7. Mengitari Pulau Wangi-wangi Wakatobi dan temukan spot snorkeling terbaik Tahun 2015 menjadi momen booming Wakatobi sebagai most wanted destination to visit. Saya tidak ingat betul mengapa Wakatobi menjadi sangat populer saat itu. Namun yang pasti, kesempatan mengunjungi salah satu surga bahari di Indonesia menjadi pengalaman yang lumayan langka. Secara budget, Wakatobi memang tergolong wisata yang un-reachable. Bagi wisatawan Jakarta contohnya, mereka harus mengambil penerbangan dari Jakarta, transit Makassar, tiba di Kendari, penerbangan dilanjut dengan pesawat model ATR ke Bandara Matahora, Wakatobi. Setibanya di Pulau Wang-wangi dimana bandara berada, perjalanan dapat dilanjutkan via darat ke hotel tujuan (sebelumnya di Patuno Resort Wakatobi). Bagi yang belum ngeh, Wakatobi itu singkatan dari Wangi-wango, Kaledupa, Tomia, dan Binongko). Nah sayangnya, kunjungan saya lumayan singkat jadi hanya puas di Wangi-wangi. Namun terbantu dengan adanya driver handal yang kayaknya merangkap tour guide di Wakatobi, sebut saja Mas Macan (ada tattoo macan di tangan). Mas Macan ini lumayan inisiatif orangnya karena menunjukkan tempat-tempat wisata yang di luar dugaan. Awalnya saya diajak berkeliling pulau melihat indanhnya pantai yang biru memanjang tiada habisnya itu. Siangnya Si Mas Macan ngajakin makan dengan menu andalan Ikan Parende. Lalu berlanjut ke pemandian atau semacam mata air yang bening banget namanya Mata Air Moli Sahatu yang terletak di Desa Patuno, Wangi-wangi. Masyarakat sekitar meyakini bahwa air yang mengalir dari sela-sela batu serta pasir tersebut bila diminum atau dibasuhkan ke wajah memiliki khasiat membuat awet muda dan enteng jodoh. Dan sialnya saya baru tahu akhir-akhir ini tentang enteng jodohnya, kan lupa basuh waktu itu. Yaudah, kan udah ada juga pacar, case closed! Trip lanjut ke wisata utama yaitu bahari dengan aktivitas snorkeling di Sombu. Sebenarnya, pengunjung yang menginap di Patuno Resort juga tersedia paket snorkeling yang bisa diambil dan lokasinya dekat hotel. Namun jika ingin lebih ekonomis, bisa juga ambil paket di Sombu untuk snorkeling dan diving dengan penyewaan sekitar seratus ribuan per alat. Dan jangan tanya keindahan lautnya, luar biasa. Jadi sebenarnya rugi ke Wakatobi tapi belum punya diving licence. Bisa sih, ikut scuba diving dengan harga sekitar 500-700 ribuan. 8. Meneropong kota Indah Gorontalo dari Benteng Otanaha Mengunjungi suatu daerah untuk pertama kalinya memang selalu menarik. Termasuk kunjungan saya ke Gorontalo ini. Awalnya saya mengira kota ini panas, gersang, dan nggak ada apa-apa. Namun justru pengalaman memberikan pandangan yang sebaliknya. Kota ini kecil namun asri, damai, indah, dan juga aman. Perjalanan dari Bandara Jalaludin ke kota Gorontalo membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan mobil. Jalan-jalan di kota Gorontalo masih kecil dan tidak padat kendaraan. Untuk transportasi umum, Gorontalo mengandalkan Becak Motor atau Bentor yang mudah ditemui di jalanan dengan tarif Rp 2 ribuan. Selain wisata bahari di Olele yang bening banget itu, pengunjung sebaiknya jangan melewatkan pemandangan di Benteng Otanaha. Benteng ini terletak di perbukitan Kelurahan Dembe, Kota Barat, Gorontalo, atau bisa ditempuh dengan Bentor selama 20 menit dari kota. Pengunjung akan menaiki bukit untuk mencapai puncak Benteng Otanaha. Di puncak, pengunjung dapat menikmati keindahan Danau Limboto dan Kota Gorontalo. Menurut sejarahnya, Benteng Otanaha dibangun oleh Raja Ilato atas prakarsa nakhoda kapal Portugis yang berlabuh di Pelabuhan Gorontalo untuk memperkuat pertahanan dan keamanan negeri dari serangan musuh. Saran terbaik saya, bawalah kamera wide-angle semacam Go-Pro untuk bisa menangkap pemandangan yang luas dalam satu frame. Benteng ini berbentuk melingkar sehingga di frame akan tampak melengkung. Hati-hati jika naik ke tepi benteng karena tidak ada pembatas sehingga rawan terjatuh. Jika ada pasangan yang sedang foto pre-wedding, please jangan ikutan foto. 9. Luwuk, kota kecil bermandikan cahaya di malam hari Ini bandara aneh banget, masa nggak keliatan bandaranya gitu, malah landasannya di atas semacam helipad. Ini kesan norak saat pertama kali menginjakkan kaki di landasan Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Luwuk. Tapi memang betul, Anda harus jalan menuruni tangga untuk bisa menuju ke gedung utamanya. Untuk ke Kota Luwuk, wisatawan dapat memanfaatkan taksi umum atau oto dengan membayar 25 ribu rupiah. Oto, atau ojek motor menjadi transportasi andalan di Kota Luwuk yang sangat mudah ditemui di jalanan dan hanya bayar 5 ribu sekali jalan. Jika Anda bingung bedain mana oto dan mana pengendara motor biasa, lihatlah apakah si dia membawa helm dobel atau tidak. Jika si pengendara motor membawa helm cadangan, kemungkinan besar si abang adalah ojek. Nah, dari sekian banyak hal yang bisa dilakukan di Luwuk, salah satu yang terpenting adalah melihat Hongkong-nya Luwuk di malam hari. Pemandangan cahaya-cahaya lampu Kota Luwuk pada malam hari layaknya Kota Hongkong dapat dinikmati secara jelas di Bukit Kilo Satu atau sering disebut Bukit Keles. Banyak café yang menyajikan makanan khas Kota Luwuk yaitu Saraba yaitu minuman seperti susu dengan rasa jahe yang kuat serta Pisang Lowe yang makannya dicocol dengan sambal terasi dari Ikan Roa. Di sini Anda bisa duduk santai, mencicipi jagung bakar dan air kelapa muda, menikmati kerlingan cahaya kota yang berpantul dengan laut. 10. Orang menyebutnya surga, pulau pasir putih di Morotai Saya memprediksi, Morotai bakal menjadi the next most happening destination untuk tahun-tahun mendatang. Hal ini juga diamini oleh sebagian wisatawan campuran domestik-luar negeri yang kebetulan menginap di hotel yang sama. Belakangan saya tahu bahwa mereka merupakan kumpulan investor yang memang sengaja berlibur sembari membidik bisnis travel. Dengan peralatan lengkap, mereka menjelajahi Morotai dari ujung utara hingga ke pulau-pulau kecil di sekitar Morotai, merekamnya lewat drone yang hasilnya, gila! bagus banget! Sejarahnya, Morotai dulu digunakan sebagai basis pertahanan Jepang selama Perang Dunia II dan dalam penguasaan Sekutu, Morotai dimanfaatkan sebagai landasan pesawat untuk menyerang wilayah Filipina dan Borneo Timur. Penduduk lokal di Pulau Morotai yang masih mengingat Perang Dunai II akan bercerita kepada pengunjung tentang pertempuran sengit dari puluhan pesawat tempur yang menderu ketika lepas landas dan mendarat di sepanjang Teluk Daruba. Selama Perang Dunia II berlangsung, pasukan Sekutu terus menempati Morotai hingga akhirnya Jepang menyerah tahun 1945 dan Pasukan Sekutu meninggalkan pulau tersebut. Sebelum meninggalkan pulau tersebut, pasukan Sekutu membakar semua bangunan yang mereka dirikan di Morotai. Kini, Morotai menjadi saksi sejarah Perang Dunia II dimana menyimpan peninggalan perang seperti gua persembunyian, landasan pesawat, juga kendaraan lapis baja yang masih utuh walaupun berkarat. Salah satu gua yang terkenal bernama Nakamura, yang jadi tempat persembunyian para tentara Jepang setelah Pulau Morotai diambil alih oleh Sekutu. 'Nakamura' berasal dari nama tentara Jepang itu sendiri, yang konon bersembunyi di sana selama 30 tahun lamanya. Morotai sangat disukai para pecinta diving karena menyimpan keindahan bawah laut berhiaskan bangkai-bangkai kapal peninggalan perang dunia yang menjadi biota alami bagi terumbu karang. Dengan lebih dari 25 titik penyelaman yang menyuguhkan keindahan seperti Tanjung Wayabula, Dodola Point, Batu Layar Point, Tanjung Sabatai Point, hingga Saminyamau. Semuanya luar biasa indah, dengan perairan jernih berwarna biru tua. Biota lautnya tak terhingga, hidup di antara terumbu karang yang terawat dan bekas-bekas reruntuhan kapal. Keindahan alam Pulau Morotai tak hanya tercermin lewat bawah lautnya saja, tapi juga di daratannya dengan hamparan pasir putih. Pulau dengan pasir putih dan gradasi air laut yang kece bisa ditemui di Pulau Zum-Zum, Pulau Dodola, dan pulau-pulau kecil di sekelilingnya seperti Kokoya. Jika wisatawan asing saja terpukau dengan indahnya Morotai, sudah selayaknya bangsa ini merawatnya dengan lebih baik. Berita baiknya, Morotai menjadi salah satu destinasi yang akan dijadikan sebagai New Bali, salah satu dari 10 Destinasi Prioritas Pariwisata Indonesia kelak.
0 Comments
Leave a Reply. |